MEREBEJA.COM – Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Indonesia, dengan tegas menyatakan bahwa tindakan aparat kepolisian menangkap dan mengintimidasi wartawan saat melakukan peliputan merupakan pelanggaran berat sebagaimana di atur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.
KKJ menuntut, segerah proses secara hukum aparat keamanan Polres Manggarai yang menangkap Herry Kabut Pemimpin Redaksi Floresa.co, saat meliput aksi protes warga Poco Leok terhadap proyek Geothermal, di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Rabu, (2/10/2024) kemarin.
Koordinator KKJ Indonesia, Erick Tajur, melalui Amnesty International Indonesia mengatakan, tindakan yang dilakukan aparat Kepolisian Resort Manggarai itu merupakan tindakan kekerasan dan intimidasi sehingga harus di proses secara hukum dan kode etik.
Tindakan aparat keamanan tersebut, merupakan pelanggaran berat terhadap jaminan perlindungan kerja jurnalistik. Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang- undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Tindakan penganiayaan dan penyiksaan mengakibatkan luka berat pada jurnalis tengah menjalankan profesinya merupakan tindakan pidana yang diatur dalam ketentuan 351 KUHP dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara.
Hal itu ditegaskan karena berdasarkan informasi dari warga sekitar yang menyaksikan peristiwa tersebut menjelaskan, Herry ditarik paksa masuk kedalam mobil aparat sambil dianiaya.
Menurut warga sekitar dilansir dari akun resmi Amnesty International Indonesia, bahwa aparat Kepolisian, TNI Angkatan Darat dan Pol-PP, melarang untuk mengambil gambar. Mereka juga didorong, didobrak sehingga beberapa dari mereka (warga) terluka akibat ulah pihak kepolisian tersebut.
Meskipun demikian, warga sempat dokumentasi beberapa peristiwa termasuk yang dialami oleh Herry Kabut tersebut, dan tiga warga lainnya yang diseret masuk kedalam mobil aparat.
Atas peristiwa tersebut, KKJ Indonesia mendesak:
1. Kepolisian Untuk memproses yang melakukan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis secara hukum pidana dan kode etik.
2. Kapolri beserta jajarannya untuk menghentikan segalah bentuk tindakan penggunaan gas air mata, intimidasi, penghalang-halangan, penyerangan (represi), penangkapan, dan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap para jurnalis dalam melakukan peliputan aksi publik sebagaimana dilindungi oleh undang-undang.
3. Panglima TNI beserta jajarannya untuk menarik mundur seluruh anak buahnya yang ditugaskan dalam pengamanan aksi sipil karena tidak sejalan dengan tugas dan kewajiban sebagaimana yang amanat undang-undang.
4. Kapolri dan Panglima TNI beserta seluruh jajarannya untuk segerah melakukan investigasi dan mengusut tuntas praktik kekerasan berupa penganiayaan, intimidasi, dan penyerangan fisik yang menyasar jurnalis tengah menjalankan tugas peliputan.
5. Menghimbau semua korban kekerasan untuk melaporkan seluruh bentuk kekerasan yang dialami selama proses peliputan.
Sumber,Annesty International Indonesia, Komite Keselamatan Jurnalis ( KKJ) Indonesia.