Oleh. Abdul Gani
Menuahlah yang mulia, ketika sajak memulai, haning di bawah pijakan kita menuntun tapal yang tak terbatas, semilir alir kata lincah menuntun, kepada kata yang bersumpah, menuntut setiap yang luka, kepada kata yang terbuka mengoyak setiap insan yang kelam, kapada cinta yang bertepi, ekosistemmu adalah sumbuh yang melintir disetiap tiang pelita, memberi ruang untuk cahaya, memberi sumbu untuk membara.
Kau tak akan mati, melintaslah tanpa melukai, mulailah tanpa keraguan.
Maka siapa yang menjaga kita?
Tanyamu dalam keheningan, dengarlah kata-kata pada pohon, tanah, akar, savana, udara, alir air, dan yang bernyawa disekitarmu adalah rahim yang menemanimu dalam pelipulara cintamu.
Kau harus cinta, maka masuklah kerumah hutan temui curhatan yang mengadu isi dada, dengarlah, perlahan-lahan, pejamkan cinta di setiap yang bernyawa di sekitarmu.
Masuklah kedalam rumah hutan, temukan dirimu dan diri mereka, dan dengarlah semilir sajak yang menghembus di tengah-tengah pongah kita yang selalu mengeluh.
Masuklah kerumah hutan, temui mereka yang terluka.