Foto: Dok. Dishub Kota Bandung
MEREBEJA.COM – Jika melewati Jalan Tamblong Kota Bandung, tepat di sisi kanan dari patung ikonik pemain sepak bola, anda akan melihat ada bangunan ruko yang apabila ditelisik, nyatanya itu adalah bangunan masjid.
Ya, itu adalah Masjid Lautze 2 yang terletak di Jalan Tamblong Kota Bandung. Boleh jadi, awalnya beberapa orang akan mengira bangunan ini adalah kelenteng.
Hal ini karena masjid tersebut memiliki gaya arsitektur khas Tionghoa. Mulai dari lampion dan ornamen warna merah dan kuning yang mengiasi bagian dalam bangunan masjid. Walau sudah banyak dibicarakan, namun daya tarik Masjid Lautze tidak pernah pudar hingga saat ini.
“Awalnya, masjid ini sekitar tahun 1997 dibuka dan luasnya hanya sekitar 6×9 meter. Namun sambil berjalan, kami telah melakukan pelebaran. Sehingga untuk saat ini saja, kami bisa menampung hingga 800 jemaah saat salat Jumat,” kata Ketua DKM Masjid Lautze 2 Bandung, Rahmat Nugraha.
Rahmat juga menyebut, letak Masjid Lautze 2 yang sangat strategis, berada di tengah kota dan pinggir jalan raya yang menjadikan masjid ini penuh berkah dan mudah memantik perhatian.
Hal ini juga berpengaruh pada program reguler maupun program di bulan Ramadan, yang dijalankan oleh DKM di sana.
Karena antusias warga sekitar, juga bertambahnya jemaah masjid ini seiring waktu, pihak DKM meminta izin agar dapat menutup sebagian ruas Jalan Tamblong saat pelaksanaan ibadah Salat Jumat.
Haslinya, seperti tadi diceritakan. Sekitar 800 jemaah bisa ditampung di masjid ini. Padahal awalnya, Masjid Lautze 2 memiliki jemaah kurang dari 100 orang.
Masjid Lautze 2 merupakan ‘cabang’ dari Masjid Lautze 1 di kawasan Pecinan Jakarta. Masjid Lautze pertama kali didirikan seorang muslim keturunan Tionghoa, Haji Ali Karim tahun 1991 melalui Yayasan Haji Karim Oei (YHKO).
Penamaan Masjid Lautze diambil dari nama jalan di Jakarta, kantor pusat YHKO, yakni Jalan Lautze 87-89 Pasar Baru, Jakarta Pusat. Di Bandung, Masjid Lautze 2 berdiri sejak tahun 1997.
Sementara enyebutan angka satu dan dua di belakang nama Masjid Lautze, disebut-sebut untuk membedakan saja, mana Masjid Lautze yang terletak di Pecinan, Jakarta, mana Masjid Lautze yang ada di Kota Bandung.
Rahmat menjelaskan Masjid Lautze 2 menjadi tempat bagi saudara-saudara yang hendak menjadi mualaf sebagai tempat mengucap ikrar syahadat.
Sejak tujuh tahun ke belakang, dia menyebut, telah ada sebanyak 258 mualaf yang kemudian menjadi jemaah Masjid Lautze 2. Latar belakang para mualaf ini pun beragam dan majemuk.
“Karena letak Masjid Lautze 1 di Jakarta itu di kawasan Pecinan, boleh jadi jemaahnya identik dengan keturunan Tionghoa. Nah, kalau di kami, ini rasanya lebih majemuk. Saudara-saudara yang mengucap ikrar syahadat pun lebih majemuk,” katanya
Di bulan Ramadan, Masjid Lautze 2 juga membagikan takjil dan iftar gratis bagi umat muslim yang hendak berbuka puasa di sekitar kawasan masjid.
Sekitar 700-1.000 kurma dan air mineral, lalu 250-300 makanan berat disiapkan untuk dibagikan. Dia menyebut, makanan-makanan ini merupakan bantuan dari berbagai pihak, salah satunya saudara-saudara mualaf baru yang menjadi jemaah Masjid Lautze 2.
“Kegiatannya bersifat sosial. Kita sediakan takjil on the street. Kami sediakan 800 sampai 1.000 kurma dan air mineral, lalu ada 250 sampai 300 iftar. Kateringnya kita didukung oleh saudara-saudara baru kita (mualaf) di Masjid Lautze,” ujarnya.
Di bulan Ramadan kali ini, Masjid Lautze juga menggelar ibadah Salat Isya dan disambung dengan Salat Tarawih.