ÉKOSISTEM

Bahaya Penggunaan Bahan Peledak untuk Menangkap Ikan

×

Bahaya Penggunaan Bahan Peledak untuk Menangkap Ikan

Sebarkan artikel ini
Ikan hasil tangkapan nelayan di perairan Aceh. Foto: Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
Ikan hasil tangkapan nelayan di perairan Aceh. Foto: Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

MEREBEJA.COM – Kegiatan penangkapan ikan ilegal masih kerap terjadi di perairan Aceh.

Seorang nelayan tradisional di Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, bernama Muhammad Daud (58) mengatakan, di perairan Aceh Besar penangkapan ikan masih menggunakan bom dan racun.

“Akibatnya, terumbu karang rusak sehingga nelayan tradisional kesulitan mencari ikan dan hasil laut lain,” kata Daud, Jumat (24/1/2025), dilansir Mongabay Indonesia.

Sementara dirinya, menggunakan perahu kecil untuk mendapatkan ikan karang, gurita, tuna, dan marlin.

“Saya pernah mendampingi mahasiswa penelitian terumbu karang di Aceh Besar. Hasilnya, banyak terumbu karang mati akibat penggunaan bahan peledak,” ungkapnya.

Koordinator Jaringan KuALA Aceh, Gemal Bakri, menyebut penangkapan ikan menggunakan pukat trawl, bom, dan pembiusan ikan masih terjadi perairan Aceh.

“Ada juga yang menggunakan papan pembuka jaring dan ini sangat berbahaya untuk terumbu karang. Pelaku bukan hanya nelayan lokal, tetapi juga dari Sibolga dan Nias, Sumatera Utara,” kata Kemal, Jumat (24/1/2025).

Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo, Kota Banda Aceh, Aceh, Sahono Budianto, juga mengakui masih ada penangkapan ikan menggunakan bahan yang berakibat rusaknya ekosistem laut.

“Penangkapan ikan ilegal tanpa izin, atau menyalahi izin juga terjadi. Misal, izinnya di bawah 12 mil, tapi menangkap melebihi batas tersebut,” tuturnya, Kamis (23/1/2025).

Dia mengatakan, pada 26 Juli 2024 lalu, dua kapal nelayan berkapasitas 1 GT ditangkap di perairan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, lantaran diketahui menggunakan bahan peledak.

Lalu pada 12 September 2024, PSDKP Lampulo juga menyita tiga pukat trawl dan tiga pasang papan pembuka jaring untuk pukat trawl, di perairan Kabupaten Aceh Barat.

Diketaui, pukat trawl atau disebut jaring hela dasar berpapan dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan, di Zona Penangkapan Ikan Terukur dan Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

Upaya Penyelesaian Masalah Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Pemerintah Provinsi Aceh, pada 22 Juli 2024, telah menandatangani nota kesepakatan, mengatasi masalah kelautan dan perikanan.

Utamanya menghentikan praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing, menangani masalah perizinan, mengawasi transhipment di laut, memonitor penggunaan alat tangkap merusak, serta menindak pelanggar jalur penangkapan ikan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Aliman, menyebut dengan perjanjian itu maka semua lembaga dapat berkolaborasi mengelola sumber daya kelautan dan perikanan Aceh yang lebih baik dan lestari.

“Pengawasan harus dilakukan bersama dan melibatkan banyak pihak,” katanya.

Sementara, Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Aceh, Kolonel Laut (P) Rudi Dharmawan dalam pernyataan tertulis memaparkan, kegiatan illegal fishing menjadi perhatian utama pihaknya guna menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan.

“Pengawasan ketat dan kerja sama berbagai pihak akan kami lakukan beserta penegakan hukum bagi pelaku kejahatan,” bunyi keterangan tersebut, Jumat (20/12/2024).

Menurutnya, pelibatan masyarakat dan nelayan lokal juga sangat penting untuk pengawasan perairan.

“Dengan begitu, Bakamla Aceh dapat lebih cepat merespons kegiatan ilegal yang terjadi,” tandasnya.