MEREBEJA.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin menang telak dalam pemilihan presiden (pilpres) Rusia 2024 dengan total 87,15 persen suara.
Menurut Komisi Pemilihan Umum Pusat (CEC) Rusia, Putin unggul atas tiga rivalnya dalam pemilihan.
Kemenangan tersebut akan membuat Putin menyalip rekor Joseph Stalin dan menjadi pemimpin Rusia yang paling lama menjabat.
Lawan Putin dari Partai Komunis; Nikolay Kharitonov, berada di urutan kedua dengan meraih 4,2% suara, diikuti oleh Vladislav Davankov dari Partai Rakyat Baru dengan 4% suara, dan Leonid Slutsky dari Partai Demokrat Liberal dengan 3,2% suara.
Tingkat partisipasi pemilih secara nasional mencapai 74,22% ketika pemungutan suara ditutup, melampaui tingkat partisipasi pada pemilu 2018 sebesar 67,5 persen.
Dalam konferensi pers pasca pemilu, Putin menyatakan hasil tersebut sebagai pembenaran atas keputusannya untuk menentang Barat dan menginvasi Ukraina.
“Tidak peduli siapa atau seberapa besar mereka ingin mengintimidasi kita, tidak peduli siapa atau seberapa besar mereka ingin menekan kita, kemauan kita, kesadaran kita—tidak ada seorang pun yang pernah berhasil melakukan hal seperti ini dalam sejarah,” ujar Putin dalam pidatonya di markas kampanyenya, Senin (18/3/2024) pagi.
“Ini tidak berhasil sekarang dan tidak akan berhasil di masa depan. Tidak pernah,” lanjut Putin, seperti dikutip Al Jazeera.
Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Ukraina menyebut bahwa pilpres tersebut tidak bebas, tidak adil, dan penuh kecurangan.
Tak lama setelah pemungutan suara terakhir ditutup hari Minggu kemarin, hasil pemilu awal menunjukkan kesimpulan yang diharapkan semua orang, bahwa Putin akan memperpanjang kekuasaannya yang hampir seperempat abad selama enam tahun lagi.
Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan pemungutan suara dalam pilpres Rusia tidak bebas dan tidak adil.
“Pemilu ini jelas tidak bebas dan adil mengingat Putin telah memenjarakan lawan politik dan mencegah orang lain mencalonkan diri melawannya,” ucap Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.
Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron mengatakan pada sebuah posting-an di X: “Pemungutan suara tersebut tidak seperti pemilu yang bebas dan adil.”
Sementara itu, Presiden Volodymyr Zelensky berkata, “Kecurangan pemilu ini tidak memiliki legitimasi dan tidak dapat dibenarkan.”
Pilpres Rusia diadakan lebih dari dua tahun setelah invasi besar-besaran Moskow pada Februari 2022 lalu ke Ukraina, konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II.
Pada Minggu, ribuan penentang Putin melancarkan protes terhadapnya, meskipun tidak ada penghitungan independen mengenai berapa banyak dari 114 juta pemilih di Rusia yang ikut serta dalam demonstrasi tersebut.
Pendukung oposisi yang meninggal di penjara Alexei Navalny telah meminta masyarakat Rusia untuk melakukan protes “Noon Against Putin”.
Putin sempat menyebut nama Navalny untuk pertama kali sejak kematiannya, dia mengatakan bahwa dia mendukung proposal untuk membebaskannya dengan imbalan tahanan yang ditahan di negara-negara Barat.
“Orang yang berbicara dengan saya belum menyelesaikan kalimatnya dan saya berkata ‘Saya setuju’,” sebut Putin.