Oleh. Abdul Gani
Paduan gerakan menentang melodi kekuasaan
Udara di pusaran kampus memanas
Sejengkal harapan beriringan di jalanan
Sang saka baru di kibar pun di hempas
Di ruang buntu guru besar menuliskan
Puisi perlawanan
Lalu alim parlemen
tertawa di atas petaka IKN
Tubuh yang penuh ruh pasal-pasal
menjadikan kami kian di bungkam
Atas dasar kuasa penguasa bebas bersekongkol
Mantra kami yang tak pernah meredam
Sihir penguasa bukanlah simbol
Sebab simbol pada kaki Pancasila ialah tentram kala menang pada buram
Jika Relasi kuasa di jadikan dinasti
Haruskah nalar kita mengikuti arus?
Ketiadaan kritis menjadikan manusia hilang jati diri
Sedangkan agraria petani belum juga berpihak tuntas
Lalu usia yang tak pernah menyentuh air mata tragedi
Mereka jadikan kuasa di negeri yang kian tragis
Sekali lagi
Kami datang dengan bara para padri
Seonggok perlawanan di kaki sendiri
menjadikan murka di pusaran negeri
Dengarlah yang mulia
Kaulah yang mulai
Jangan salahkan pada nada yang menyala-nyala
Dari sekian keinginanmu meledaklah sisi Demokrasi
Hutang
hutan yang tragis
Tambang
Korupsi yang mistis
Persekongkolan istana yang kian magis
Dan sisa-sisa aturanmu yang buntung
Menjadikan Negeri ini lelucon bagi kami yang di anggap gelandang
Terkutuklah kekuasaan yang penuh dengan penindasan
Tertutuplah kata maaf untukmu rezim penuh nafsu kekuasaan
Tak ada jalan menuntutmu di singgasana kebijaksanaan
Kita terlahir setiap detik
Setiap detaknya adalah poetik
Kami menyaksikan musibah kemanusiaan
Lalu para Alim Demokrasi menjolimi Parlemen di bawah Bendera Perlawanan.
Lirik ini usai
Dengan amarah yang api
Dendam ini
Untukmu rezim Dinasti Jokowi!
Kami tak pernah sunyi
Selalu saja bunyi
Perlawanan, atas demokrasi yang di khianati.