MEREBEJA.COM– Hari Raya Kurban atau Idul Adha menjadi momentum penting bagi umat Islam di belahan bumi mana pun tak terkecuali di Negeri Sakura. Meskipun Jepang memiliki penduduk muslim minoritas, mereka turut merayakan Idul Adha dengan penuh semangat, mulai dari sholat Idul Adha secara berjamaah hingga tradisi makan daging kurban bersama-sama.
Pada Senin, 17 Juni 2024, meskipun Hari Raya Idul Adha tidak bertepatan dengan hari libur, umat muslim Jepang berbondong-bondong menggelar sholat Idul Adha di sebagian besar masjid di Jepang, termasuk Masjid Indonesia Tokyo (MIT). Namun, ada juga beberapa masjid yang melaksanakan sholat ‘Id di hari Ahad, seperti Masjid Camii, Turki.
Kendati memiliki jumlah minoritas, muslim di Jepang sangat antusias dalam menyambut Hari Raya Idul Adha. Tidak mengherankan, jika Masjid Indonesia Tokyo (MIT) yang meliputi 3 lantai di lingkungan Sekolah Republik Indonesia (SRIT), telah dipadati 3000 jamaah baik dari daerah Tokyo maupun dari luar Tokyo. Tercatat, MIT telah melaksanakan sholat Idul Adha sebanyak lima gelombang guna mengakomodasi jamaah yang membludak.
Sebagaimana yang terlampir dalam jadwal,
• Gelombang 1 pada pukul 06:30 JST – 07:00 JST, Imam dan khatib yakni KH. Zahrul Muttaqin.
• Gelombang 2 Pukul 07:00 JST – 08:00 JST, dengan imam dan khatib Ustaz Nasril Albab Mochamad, MA.
• Gelombang 3 pukul 08:00 JST – 09:00 JST, dengan imam dan khatib Ustaz Dr. Muhammad Aziz.
• Gelombang 4 pukul 09:00 JST – 10:00 JST, imam dan khatib Ustaz Akrim Said, serta
• Gelombang 5 Pukul 10:00 JST – 11:00 JST imam dan khatib Ustaz Azam Al Habsy.
Namun, jauh sebelum gelombang satu melaksanakan sholat ‘Id terntaya sudah ada jamaah yang melaksanakan sholat ‘Id terlebih dahulu yaitu pada pukul 05.00 JST – 06.00 JST. Mereka ini adalah para panitia, pengurus masjid dan beberapa jamaah yang ‘tikaf ‘menginap pada malam harinya’. “Gelombang ini yang kemudian disebut gelombang nol”. Jelas Ustaz Nasril, salah satu imam besar dan khatib sholat ‘Id di MIT.
Menurut ungkapan Ustaz Nasril, membludaknya jumlah jamaah sholat ‘Id hingga mencapai angka ribuan bukan pertamanya kalinya. Kondisi ini kerap terjadi baik pada setiap perayaan Idhul Adha ataupun Idhul Fitri. Apalagi jika hari besar bertepatan dengan hari libur (weekend). Jumlah jamaah bisa menembus angka 6000-an seperti halnya Idhul Fitri kemarin.
Berdasarkan hasil wawancara bersama Ustaz Nasril, alasan MIT menggelar sholat ‘Id berjamaah ialah karena sholat Idul Adha menjadi simbolis hari besar Islam. Hal ini, sebagaimana diperintahkan oleh nabi untuk merayakannya dengan sholat dan memperbanyak takbir.
Meskipun demikian berada di negeri dengan minoritas muslim, hal ini tidak menjadi penghalang untuk tidak mensyiarkan perintah sunnah nabi. Terlebih, fasilitas seperti Masjid Indonesia Tokyo (MIT) sangat memadai untuk dilaksanakannya ibadah sholat Idul Adha. Berikut selain mendapat izin dan dukungan dari pemerintah setempat juga dari tetangga sekitar. Dibuktikan dengan keikutsertaan polisi Jepang dalam menjaga kelancaran pelaksaan sholat Idul Adha.
Di sisi lain, panitia atau DKM Masjid juga menjalin komunikasi dengan warga sekitar mengenai adanya ‘keramaian’ berupa pelaksanaan sholat Idul Adha. Sebagai bentuk komunikasi, DKM memberikan voucher gratis kepada tetangga sekitar berupa voucher makanan yang dapat ditukar di Restoran Indonesia.
Selain jamaah lokal, acara ini juga dihadiri oleh tokoh-tokoh penting seperti Dubes Indonesia untuk Jepang, Bapak Heri Akhmadi dan Ibu Nuning Akhmadi pada gelombang ke 02. Tak luput juga, beserta atase-atase KBRI, staf lokal dan karyawan KBRI serta kepala Bank Indonesia (BI) yaitu Bapak Imaduddin Sahabat.
Kehadiran para tokoh internasional ini tidak hanya sebagai bentuk dukungan moral tetapi juga simbol diplomasi yang memperkuat hubungan antara Indonesia dan Jepang. Atase-atase KBRI dan staf KBRI berperan dalam menjalin komunikasi dengan pemerintah dan masyarakat Jepang untuk memastikan bahwa perayaan berlangsung lancar dan sesuai dengan peraturan setempat.
Dengan adanya keterlibatan aktif dari para pejabat Indonesia, perayaan Idul Adha menjadi lebih dari sekedar acara keagamaan, tetapi juga wujud nyata dari persatuan dan diplomasi antarbangsa.