MEREBEJA.COM – Lembaga Pengawas Penyelenggara Triaspolitika Republik Indonesia (LP2TRI) menerima pengaduan dari Dr. Jeskial Sjion,SH.MH perwakilan korban tumpahan minyak montara yang belum mendapatkan ganti rugi, dari nilai ganti rugi sebanyak 2 Triliun, pada Selasa (25/06/2024).
Bencana tumpahan Minyak Montara sejak,(29/08/2009) yang Dikelola oleh PT. Texploration and Production (PT.TEP) asal Thailand.
Korban kurang lebih 100 (seratus) orang dari beberapa Kecamatan di Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur, memberikan kuasa khusus kepada Dr. Jeskial Sjion,SH. MH, termasuk salah satu korban dampak bencana/pencemaran lingkungan Wilayah laut NKRI di pulau Timor (NTT).
Dampak dari tumpahan minyak montara tersebut membuat para nelayan dan petani rumput laut di beberapa Kabupaten-Kabupaten termasuk Rote Ndao mengalami kerugian ratusan juta.
Para Korban kemudian sepakat untuk dibantu oleh Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanone, dengan memasukkan semua berkas/dokumen bukti bahwa benar mereka adalah para Korban dampak dari tumpahan minyak montara tersebut.
Namun setelah ada ganti rugi sebanyak 2 Triliun oleh Pihak Perusahaan PT TEP asal Thailand tersebut, berdasarkan keputusan pengadilan Australia di Sydney/Pengadilan Federal Australia mengabulkan permohonan para korban melalui gugatan yang dimasukan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat.
Namun sangat disayangkan saat pembagian biaya ganti rugi, para korban yang awalnya terdaftar sebagai penerima ganti rugi tidak menerimanya.
Kemudian oknum-oknum yang mengurus sejak awal juga tidak ada transparansi data terhadap para korban bahkan korban-korban tidak mengenal karena tidak mengetahui syaratnya kenapa ada orang lain yang bukan korban juga menerima ganti rugi.
Atas peristiwa itu para korban merasa kecewa, sehingga melalui perwakilan yang juga salah satu korban melaporkan kepada LP2TRI untuk mendapatkan bantuan agar para korban tersebut bisa mendapatkan keadilan dan kepastian hukum serta ganti ruginya.
Tanggapan LP2TRI Setelah Menerima Surat Pengaduan Korban Tumpahan Minyak Montara
Ketua Umum LP2TRI Hendrikus Djawa mengatakan bahwa, pihaknya telah menerima pengaduan dari korban dan siap membantu korban untuk mendapatkan keadilan.
“Secara lembaga telah kami menerima data awal dari Pak Sion sebagai Pelapor Kasus tersebut untuk mewakili para korban lainnya, nanti kami pelajari dan investigasi lebih lanjut kalau ada temuan penggelapan hak para korban maka kami akan merekomendasikan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) baik Polri, Kejaksaan bahkan ke KPK,” tegas Hendrikus.
“karena ini dana dari luar Negeri jadi pasti prosesnya melibatkan pihak-pihak Pemerintah Pusat,dll. Khusus pihak Bank BRI akan kami minta klarifikasi data apa yang mereka pakai dalam pencairan dana tersebut apakah data awalnya para korban yang berjuang bersama Ketua Yayasan Peduli Timor Barat atau data fiktif/penerima siluman,” kata Hendrikus.
“Artinya orang yang bukan korban tapi menerima maka ini bisa masuk kategori pencucian uang yaitu menggunakan data palsu untuk memperkaya diri atau orang lain dan kelompok yaitu Uang Hasil Kejahatan,” lanjut Hendrikus.
Hendrikus menyambung katanya, LP2TRI akan tetap membantu para korban dan melaporkan ke Presiden, Ketua DPR RI, Menkopolhukam, Menteri Luar Negeri, KAPOLRI, KPK, Kapolda NTT dan pihak-pihak berwenang lainnya termasuk Kanwil Hukum dan HAM Provinsi NTT agar bisa bersama membantu para pencari keadilan.
” Jika semua pihak berwenang membantu maka masalah ini cepat diselesaikan tapi kalau kita berjuang sendiri maka akan sulit, karena ini diduga ada oknum-oknum pejabat yang terlibat sehingga perlu ditelusuri aliran dana tersebut masuk ke rekening siapa akan ketahuan nanti,” ujar Hendrikus.
“Kami tetap konsisten membantu masyarakat pencari keadilan walaupun banyak tantangan dan rintangan bahkan bisa jadi kami akan dikriminalisasi agar stop memperjuangkan kebenaran dan keadilan dalam kasus seperti ini,” pungkasnya.
Hendrikus menyampaikan bahwa, untuk kasus minyak montara ini sedang diperjuangkan LP2TRI maka lihat dampaknya, apakah ada oknum-oknum Penyelenggara Negara Pemerintah Pusat, Daerah, POLRI,dll terlibat maka jelas akan lambat ditangani.
“Bisa jadi mereka bersepakat untuk Kriminalisasi Ketua Umum LP2TRI lagi tapi kalau tidak ada oknum-oknum mafia keadilan dan pemerintah yang terlibat dalam Penggelapan hak para korban maka pasti Kasus ini akan Cepat selesaikan,” ujarnya.
“Kami akan cari data yang cukup dan dalam waktu dekat kami berikan rekomendasi ke Pihak-pihak berwenang sehingga para korban cepat dapatkan keadilan dan kepastian hukum serta ganti ruginya,” tegasnya.
“Apabila masih ada dana yang tersimpan di Bank BRI, maka kami akan bersurat untuk dihentikan sementara proses ganti ruginya, sampai terselesaikan masalah ini sehingga ke depannya tidak muncul lagi masalah yang sama,” ungkapnya.
Hendrikus melanjutkan dengan memberikan beberapa contoh kasus di NTT seperti, kasus kejahatan Perbankan Wein Grup dengan Korban 5.814 (Lima Ribu Delapan Ratus Empat Belas) orang dengan total kerugian 46 Miliar lebih masih mangkrak Penyidikan di Unit Tipiter Polda NTT padahal sudah ada penetapan tersangka sejak, 2017 lalu.
Ketua Umum LP2TRI Mengaku Pihak Polda NTT dan Kapolres Kupang Mencari Celah Untuk Menjebaknya.
Ketua Umum LP2TRI, Hendrikus Djawa mengatakan bahwa, dirinya bukan diberikan apresiasi atau penghargaan malahan Polda NTT dan Polres Kupang mencari celah untuk menjebaknya dengan merekayasa kasus untuk mempermalukan Ketua Umum LP2TRI.
Hendrikus menyambung, padahal perjuangan LP2TRI Sudah terbukti ditengah masyarakat, sudah ribuan orang yang dibantu dengan gratis, tanpa dibayar waktu, tenaga dan pikiran.
“Saat ada orang yang dibantu dan berhasil kemudian memberikan berkat ucapan terimakasih atas kerja keras LP2TRI, malahan dianggap itu melanggar hukum dan di jebak oleh Polres Kupang atas perintah Polda NTT, berdasarkan keterangan Anggota Polri di Fakta Persidangan Pengadilan Negeri Oelamasi,” kata Hendrikus.
“Menangkap Ketua Umum LP2TRI tanpa ada dasar Laporan Polisi dan Surat Perintah Pimpinan, seharusnya Kasatreskrim Polres Kupang dan anggota yang terlibat waktu Penangkapan dipecat dan dipenjarakan tapi Kapolda NTT waktu itu Joni Asadoma dan Kapolres Kupang juga diam saja dengan perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan bawahan mereka,” tukasnya.***