MEREBEJA.COM – Koordinator Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD) Miftahul Arifin meminta pihak terkait, yakni Pemerintah, DPR, KPU, Bawaslu dan DKPP untuk segera segera melakukan perubahan pada PKPU. Perubahan yang dimaksud adalah bahwa dua periode dihitung saat menjabat Plt/Pj bukan dimaknai saat mulai jabatan definitif.
Hal ini mengingat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2/PUU-XXI/2023 yang menolak seluruhnya permohonan Bupati Kutai Kartanegara Edi Darmansyah perihal kepastian hukum antara Plt/Pj/Plh agar tidak disamakan dengan definitif.
“Putusan tersebut memiliki dampak terhadap kontestasi pilkada serentak 2024 mengingat putusan Mahkamah Konstitusi punya kekuatan hukum dan mengikat (final and binding),” tutur pria yang biasa disapa Miftah, Selasa (14/5/2024).
Menurut Miftah, Mahkamah dengan tegas menyatakan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan ”masa jabatan yang telah dijalani” tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara.
“Putusan itu punya implikasi terhadap pencalonan kepala daerah seluruh Indonesia dengan kasus yang sama. Artinya siapapun itu yang pernah menjabat kepala daerah difinitif lalu dilanjutkan sebagai Plt maka yang bersangkutan terhitung menjabat satu kali masa jabatan,” terangnya.
Koordinator KPD Bidang Hukum, Abd Latif menambahkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-VII/2009 juga menyatakan “masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan”.
“Ini juga dikuatkan kembali dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUUXVIII/2020 yang menyatakan, setengah masa jabatan atau lebih dihitung satu kali masa jabatan. Artinya, jika seseorang telah menjabat Kepala Daerah atau sebagai Pejabat Kepala Daerah selama setengah atau lebih masa jabatan, maka yang bersangkutan dihitung telah menjabat satu kali masa jabatan,” katanya.