9MEREBEJA.COM – Perspektif Film Studio menggelar launching untuk dua film pendek berjudul ‘Kertas untuk Ainy’ dan ‘Islah’, bertempat di Perang Candu, Jalan Dewi Sartika, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (30/3/2024) sore.
Film yang merepresentasikan fenomena sosial di masyarakat itu disutradarai oleh Rian Bungsu, seorang film making asal Tasikmalaya.
Dirinya juga disebut-sebut sebagai bapak film Tasikmalaya, lantaran sebagai salah satu orang yang paling awal membangkitkan geliat film di kota santri itu.
Dalam produksi filmnya kali ini, dirinya menggandeng beberapa komunitas dan pegiat media sosial. Film ‘Kertas untuk Ainy’ diaktori oleh pegiat media sosial Ainy Nurainy, Rismawan Senja, dan Asya Nissa. Sementara film Islah, diaktori oleh para pemuda yang tergabung dalam Komunitas Ekraf Boboko, Panumbangan, Kabupaten Ciamis.
Film Pendek ‘Kertas untuk Ainy’ dan ‘Islah’
Film ‘Kertas untuk Ainy’ sendiri menceritakan tentang seorang laki-laki bernama Acil yang merasa memiliki banyak kekurangan sehingga tidak begitu berani untuk menyatakan rasa cintanya terhadap seorang perempuan. Banyak rintangan yang harus Acil hadapi sampai akhirnya dia berhasil menaklukkan perempuan yang lama ia dambakan yakni Ainy.
Sementara film berjudul ‘Islah’, mengisahkan seorang pemuda yang terpaksa harus mencopet karena desakan ekonomi. Sampai pada akhir cerita, pria tersebut memilih untuk mengakui kesalahannya dan sang korban serta aparat yang berusaha menangkapnya pun menerima permohonan maafnya.
Rian Bungsu menilai, di Tasikmalaya sampai hari ini masih banyak masyarakat yang belum tahu tentang Hari Film Nasional, terlebih lagi di kalangan pegiat film sendiri dirinya mengaku masih banyak pula yang belum menyadarinya.
“Berbicara perihal perayaan Hari Film Nasional di Tasikmalaya memang tidak banyak orang yang tahu, di kalangan film maker sendiri hanya segelintir orang yang tahu bahwa 30 Maret ini adalah Hari Film Nasional,” kata Rian kepada merebeja.com, usai acara.
Eksistensi Film di Tasikmalaya Dinilai Menurun
Dirinya pun menilai bahwa geliat produksi film di Tasikmalaya dalam beberapa tahun terakhir kian menurun, menurutnya hal itu disebabkan karena faktor pandemi Covid-19 dan kesibukan para pegiat film itu sendiri.
Kendati demikian, dia mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir ada beberapa kelompok yang telah berhasil memproduksi film.
“Dalam beberapa tahun terakhir eksistensi dunia film di Tasikmalaya menurun, tetapi dalam tiga bulan terakhir saya melihat beberapa kelompok berhasil menciptakan film,” katanya.
“Artinya, bertepatan dengan Hari Film Nasional tahun ini film di Tasikmalaya mulai bangkit kembali,” imbuhnya.
Nihilnya Perhatian Pemerintah Terhadap Perkembangan Film Lokal
Selain itu, pencetus Festival Film Tasikmalaya itu juga menyoroti perhatian pemerintah daerah terhadap perkembangan film lokal. Dirinya mengaku, komunitas-komunitas film yang sampai hari ini konsisten berkarya harus mengandalkan modal dari hasil udunan.
Artinya, pemerintah daerah belum benar-benar menyentuh atau bahkan turut mendukung mereka para pegiat seni audio visual.
“Sejak tahun 2013 saya memproduksi film sampai saat ini alhamdulillah garapan saya baik festival maupun produksi dan penayangan film itu modal sendiri atau patungan. Kalau sekedar ucapan (dari pemerintah) ada, tetapi respon nyata pemerintah sampai hari ini masih nihil,” ujar Rian.
Menanggapi hal itu, secara terpisah, seniman sekaligus pegiat budaya Cevi Whiesa Manunggaling Hurip mengatakan, perayaan Hari Film Nasional di Tasikmalaya dan Priangan Timur belum ada yang berarti.
Dirinya menilai hal itu dikarenakan kemampuan kelompok film masih sangat terbatas, ditambah lagi tidak adanya dukungan pemerintah.
“Kalau bicara karya film di Tasikmalaya, ya itu lahir dari keringat. Saya saksi hidup bagaimana mereka yang memperjuangkan eksistensi Tasikmalaya melalui karya film harus benar-benar memutar otak agar bagaimana tetap bisa produksi,” kata Cevi, Sabtu (30/3/2024).
“Karena memang kita menyadari kemampuan komunitas itu terbatas, apalagi bicara anggaran. Kalau mau bicara kasar, pemerintah sampai hari ini sangat abai. Tapi orang film di Tasikmalaya tidak miskin gagasan, buktinya hari ini Kang Bungsu dan kawan-kawan mampu memproduksi dua film sekaligus secara mandiri.” tandasnya.
Komitmen Rian Bungsu selaku praktisi film sangatlah kuat. Hal itu dibuktikan dengan karya-karya yang ia lahirkan setiap tahunnya. Dirinya pun mengaku memiliki banyak rencana ke depan, termasuk menggarap kembali beberapa film dan menggelar kembali festival film di Tasikmalaya.
“Ada beberapa naskah yang saat ini masih kita kaji, termasuk kita berencana kembali menggelar festival film yang sudah terhenti selama empat tahun.” pungkasnya.