VIDEO

Indigofera: Alternatif Biomassa dari Tasikmalaya

×

Indigofera: Alternatif Biomassa dari Tasikmalaya

Sebarkan artikel ini

MEREBEJA.COM –  Kenangan kincir pembangkit listrik tenaga air di Desa Bojongkapol sempat mengemuka, saat perbincangan bergulir di kandang domba komunal Gapoktan Jaga Lembur Ternak Makmur, Desa Bojongkapol, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya.

Di kandang itu, sekelompok petani sedang bergiliran piket, menjaga domba dari serangan anjing liar. Dalam sepekan terakhir ini, beberapa domba mati lantaran diserang. Anggota Gapoktan sepakat, salah satu cara untuk menghalau satwa liar, juga ancaman tangan jahil para pencuri dengan berjaga secara bergiliran.

Turbin pembangkit listrik di Desa Bojongkapol pernah dibuat warga sebelum sumber listrik dari Perusahaan Listrik Negara hadir. Kenangan itu masih melekat di kalangan warga yang pernah merasakan era itu.

Apalagi saat ini di kawasan itu sedang digelorakan penanaman indigofera sebagai alternatif pengganti batu bara memiliki potensi besar dalam mendukung transisi energi bersih. Seperti halnya saat energi listrik yang dihasilkan kincir angin yang digerakkan air terjun Cikoleangkak Desa Bojongkapol.

Secara perlahan, warga sudah mulai tergerak untuk menanam indigofera. Di Dusun Cicomre, Desa Bojongkapol saja, terdata ada 10 hektar lahan yang kini sudah siap panen. Bahkan, saat didata sedikitnya 70 hektar tanah milik warga di kawasan itu sudah bersedia ditanami.

Namun agak tersendat karena terkendala pengadaan bibit. Padahal warga sudah antusias untuk terlibat dalam program budidaya indigofera sebagai sumber energi alternatif pengganti batu bara.

Indigofera memiliki kandungan lignoselulosa yang tinggi, sehingga dapat diolah menjadi biomassa atau briket biochar sebagai pengganti batu bara. Biomassa dari Indigofera dapat digunakan dalam co-firing (pencampuran biomassa dengan batu bara) di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk mengurangi emisi karbon.

Ramah lingkungan, lantaran menghasilkan lebih sedikit emisi karbon dibandingkan batu bara. Proses konversi Indigofera menjadi biochar dapat meningkatkan penyerapan karbon di tanah, membantu mitigasi perubahan iklim.

Indigofera tumbuh cepat dan dapat dipanen dalam waktu 4-6 bulan, memungkinkan produksi biomassa yang berkelanjutan. Mampu tumbuh di tanah marginal atau kurang subur, sehingga tidak bersaing dengan tanaman pangan.

Bahkan, memberikan peluang ekonomi bagi petani lokal sebagai sumber pendapatan tambahan, dengan menanam tumbuhan produktif secara tumpang sari. Tentu saja, dalam jangka panjang bisa mengurangi ketergantungan impor batu bara dan meningkatkan kemandirian energi di daerah terpencil.

Selain untuk energi, Indigofera juga kaya protein dan bisa digunakan sebagai pakan ternak berkualitas tinggi. Akar Indigofera membantu mencegah erosi dan meningkatkan kesuburan tanah, cocok untuk program penghijauan.

Sedikitnya ada 30 hektar lahan di Desa Bojongkapol budidaya indigofera sedang berjalan, dan sedang dikembangkan menjadi 70, bahkan ditargetkan sampai 100 hektar di kawasan Bojonggambir.

Tidak main-main. Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono dan Dirut PT PLN Energi Primer Indonesia, Iwan Agung Firstantara pun sudah menyambangi Bojongkapol tempo hari. Pertanda, penanaman indigofera menjadi program strategis yang mesti digelorakan.

Betapa tidak, indigofera memiliki potensi besar sebagai sumber energi biomassa alternatif yang berkelanjutan. Dengan pertumbuhan cepat, manfaat ekonomi, dan kontribusi terhadap pengurangan emisi karbon, tanaman ini bisa menjadi solusi dalam transisi energi bersih, terutama melalui program co-firing di PLTU.