MEREBEJA.COM – Gus Yusron, Pengasuh Pesantren Al-Hikam Depok sampaikan pesan penting kepada Alumni PKU-MUI (Pendidikan Kader Ulama Majelis Ulama Indonesia) Kota Depok dalam acara Silaturahmi & Halal bi Halal, Ahad 12 Mei 2024. Menurutnya, hakikat ajaran dari agama itu adalah ketulusan.
“Agama itu sebuah ketulusan,” dalam tausiahnya yang bertemakan “Merawat Kekeluargaan dan Menanamkan Nilai Islam Rahmatan lil ‘Alamin,” di Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Depok.
Pesan tersebut berasal dari hadis Nabi Muhammad yang berbunyi, ‘Ad-Din An-Nasihah”. Baginya, hadis tersebut sering kali disalahartikan oleh banyak orang.
“Mungkin ada yang menafsirkan (hadis ad-din an-nasihah) agama itu nasihat, tapi terjemahannya nanti kurang pas, lanjutan hadisnya kan lillahi wa likitabihi, nasihat kok untuk Allah,” jelasnya di hadapan para alumni PKU angkatan pertama hingga sembilan.
Turut hadir dalam acara Halal Bi Halal tersebut, jajaran pengurus PKU-MUI Kota Depok, KH. Muhammad Zein, Ust. Abdul Hajar, Ust. Abdul Muhyi, M.Pd.I, dan KH. Dr. Ahmad Badruddin.
Melanjutkan pesannya, Gus Yusron beralasan karena kata ‘nasaha’ sendiri bisa berarti tulus.
“Nashahal ‘Asalu itu khulusuhu artinya madu itu murni, tidak ada campuran-campuran yang lain, makanya agama itu selalu mengajarkan sesuatu yang murni-murni, gak ada yang keruh-keruh, rusak,” timpal Gus Yusron, yang juga merupakan putra dari Almarhum Kiai Ahmad Hasyim Muzadi.
Hadis tersebut mengajarkan kepada umat Islam untuk beragama, beriman Allah, kitab suci-Nya, Rasul-Nya dengan tulus tanpa mengedepankan kepentingan pribadi dan tendensi apapun. Semuanya harus dilandasi dan didasari perasaan yang ikhlas.
“Jika ingin disederhanakan, maka yang merusak agama kita bukan uang, jabatannya, apalagi ulama dituduh merusak. Yang bikin merusak itu hilangnya ketulusan, ingin menang sendiri, adanya tendensi pribadi. Termasuk merusak silaturahmi.”
Lebih lanjut, Gus Yusron membeberkan tanda orang memiliki ketulusan. Menurutnya, mereka yang sifatnya tulus tidak akan anti-kritik.
“Orang kalo anti kritik itu ketulusannya dipertanyakan. Makanya para kiai itu saling ketemu kok bisa saling kritik, saling gojok itu justru untuk menguji ketulusan, bukan saling benci. Kiai kalo sudah anti-kritik tidak mau menerima nasihat dari orang lain maka sudah bisa diragukan ketulusannya,” tuturnya.