OPINI

Efektivitas YouTube Sebagai Sarana Dakwah Habib Ja’far Untuk Anak Muda

×

Efektivitas YouTube Sebagai Sarana Dakwah Habib Ja’far Untuk Anak Muda

Sebarkan artikel ini
Efektivitas YouTube Sebagai Sarana Dakwah Habib Ja’far Untuk Anak Muda.
Efektivitas YouTube Sebagai Sarana Dakwah Habib Ja’far Untuk Anak Muda. Foto: Istimewa

Perkembangan era digitalisasi yang semakin pesat, memudahkan kita mengakses berbagai informasi. Begitu pun dengan penyebaran agama Islam, para da’i saling berlomba memanfaatkan media sosial di berbagai platform sebagai media dakwahnya. Misalnya, YouTube, Instagram, TikTok, Twitter, Facebook, dan platform digital lainnya.

Salah satunya da’i muda yang namanya kian menjadi sorotan publik baik muslim maupun non-muslim. Habib Husein bin Ja’far al-Hadar merupakan pria kelahiran 1988 yang berdarah Madura. Selain itu, dia juga memiliki keturunan Arab yang nasabnya sampai ke Rasulullah Saw. Ayahnya yang bernama Ja’far sedang al-Hadar adalah gelar marga yang dinisbahkan kepada keluarganya.

Menurutnya, panggilan Habib Ja’far sengaja ia nisbahkan kepada ayahnya sebagai bentuk dedikasi. Pria lulusan strata dua di UIN Syarif Hidayatullah ini merintis kariernya sejak duduk di bangku kuliah yakni dibidang literasi. Salah satu karyanya yang paling fenomenal ialah “Tuhan Ada di Hatimu” yang berkisah pengenalan Tuhan yakni untuk mengenal Tuhan tidak selalu dengan zikir tapi juga pikir. Artinya, hati dan pikiran harus selaras sehingga akan tercipta ketulusan dan kesadaran.

Kemudian, Husein melanjutkan dakwahnya melalui algoritma yakni platform media digital seperti YouTube, Instagram, Tik Tok, bahkan Facebook yang ditujukan kepada anak muda khususnya. Hal ini, bukan berarti tidak memiliki alasan. Melainkan berdasarkan atas banyak pertimbangan. Sebagaimana pengakuannya, bahwa dia tidak mampu menjadi wali kutubi sehingga lebih memilih menjadi wali YouTube. Mengapa demikian?

Menurutnya, dewasa ini dakwah yang paling dekat dan relevan ialah melalui algoritma. Sebab teman terdekat kita saat ini adalah gadjet media sosial. Untuk itu, bagaimana kita menciptakan teman-teman intim yang bernilai dakwah khususnya generasi milenial Gen Z yang menguasai hampir 60 persen populasi. Tentu hal ini akan membentuk bonus demografi yang mayoritanya adalah anak muda. Oleh karena itu, algoritma sebagai perahu atau wadah media harus dijaga kesterilannya dari disrupsi informasi. Selain tutur kata yang sopan dan lembut, kreativitas juga sangat dibutuhkan guna mengemas konten dakwah agar terlihat baik dan menarik sekalipun itu berdebat.

Berdebatlah dengan cara yang terbaik sehingga perdebatan itu tidak sekadar mencari kebenaran akan tetapi, mengajak kepada kebenaran layaknya google maps. Terang Habib gaul ini. Hal-hal yang seperti ini perlu menjadi perhatian utama dalam berdakwah sehingga dakwah akan mudah diterima oleh masyarakat umum.

“Jeda Nulis” merupakan Kanal YouTube milik Habib berdarah Madura ini yang mengantongi jumlah subscriber kurang lebih 1,52 juta dengan tayangan video sebanyak 352. Adapun konten-konten yang sering ditayangkan dalam channel Jeda Nulis ialah tanggapan terhadap isu-isu problematika yang sedang hangat diperbincangkan publik. Seperti toleransi beragama, pesan perdamaian Islam, hikmah-hikmah kehidupan, serta konsep kehidupan muslim yang kemudian dikemas dalam judul yang menarik. Misalnya, Makanya Muslim Harus Jadi Wasit, Deep Talk With Boy William, Pemuda Tersesat Salat di Klub Malam?, dan masih banyak lagi.

Dalam penyampaian dakwahnya, Habib yang terkenal dengan gayanya nyentrik, asyik dan santai ini selalu mengedepankan toleransi. Selain itu, juga memiliki strategi diantaranya, membuat konten yang sesuai dengan generasi milenial, menggunakan slang bahasa gaul, kualitas video yang menarik serta berpenampilan layaknya anak muda. Hal ini, bertujuan agar lebih dekat dengan jamaahnya yakni anak muda. Di samping itu, beliau selalu mengkaitkan antara rasionalitas dan filsafah. Sebab kaitannya menjadi ulama yang memiliki kecakapan di dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam secara rasional adalah salah satu cita-cita besarnya.

“Log in” menjadi salah satu program tayangan dakwah Habib Ja’far yang sedang menjadi sorotan publik. Channel YouTube ini milik pribadi Deddy Corbuzier yang menghadirkan Habib Husein sebagai narasumber utamanya. Menurut Habib Industri ini ungkapnya, Log In sebenarnya merujuk pada QS. Al-Baqarah ayat 208 yakni pada kalimat fis- silmi kāffah. Menurut Syeikh Mutawalli, arti kata silmi pada hakikatnya bukanlah sebuah institusi agama akan tetapi, kedamaian. Habib Ja’far ingin mengajak aktor mainnya seperti Onad, Boris, Banthe, dan lain sebagainya agar bisa hidup berdamai di tengah-tengah perbedaan baik antar agama maupun intra agama seperti antar gereja di Kristen atau bahkan antar sekte aliran dalam Islam”.

Karena tidak mungkin saya mengajak mereka pada satu keyakinan yakni Islam. Hal tersebut merupakan hak prerogatif masing-masing dan itu juga hak Allah. Kita sifatnya hanya mengajak. Makanya fokus saya tidak tertuju pada Onad saja melainkan kepada Masyarakat lainnya yang mendengarkan. Lantaran yang menjadi target utamanya ialah mengenalkan dan memahamkan bahwa Islam adalah agama yang cinta damai sehingga tidak akan terjadi kebencian, permusushan, atau bahkan praduga bersalah yang disandarkan pada perbedaan agama masing-masing. Sebagaimana Onad dari Katolik, dan Banthe dari Buddha sejatinya bentuk projek toleransi bukan proses Islamisasi”. Papar Habib Ja’far secara gamblang.

Bahkan bulan Ramadhan lalu, dunia maya dihebohkan oleh program Log In yang telah menghadirkan enam pemuka agama di Indonesia dalam satu tempat yakni Katolik, Kristen, Kong Hucu, Buddha, Hindhu, dan Islam. Mengutip dari channel YouTube Deddy Corbuzier, serial yang berjudul “Loe Liat Nih Login‼️ Ini Indonesia Bung‼️6 Pemuka Agama Jadi Satu di Lebaran‼️- Jafar” telah menuai 6,1 juta tayangan. Hal ini, tidak terlepas dari tema menariknya yakni “Toleransi dalam berbagai perspektif agama”. Dalam hal ini, masing-masing pemuka agama membeberkan makna toleransi tak terkecuali. Dari sini bisa dilihat bahwa toleransi tiap- tiap agama itu sangat penting untuk menciptakan kondisi yang damai, aman dan penuh kasih.

Salah satu makna toleransi yang ditekankan pemuka muslim atau pria yang bermarga Al-Hadar ini ialah toleransi dalam beragama dalam hal ini, tidak hanya mencakup perihal keagamaan. Akan tetapi, mencakup kenegaraan pula. Demikian halnya Piagam Madinah pada zaman Rasulullah Saw. Bentuk perjanjian ini tidak hanya mengikat kaum muslim Madinah melainkan seluruh umat yang berada di Madinah. Toleransi tidak hanya dialokasikan kepada sesuatu yang berbeda tetapi, juga kepada kawan dan lawan sekalipun membenci kita. Karena pada hakikatnya antara kita dan Tuhan telah mewajibkan kita untuk toleran. Sebelum menutup argumennya, beliau mengutip perkataan Romo Katolik Timor Leste, Katolik di Timor Leste merupakan mayoritas sedang, Islam atau lainnya adalah minoritas yang menjadi prioritas”. Begitu pun “Islam di Indonesia menjadi mayoritas tetapi agama yang lainnya akan menjadi prioritas, kita perkenalkan Islam rahmatan lil ‘alamin”. Tegas Habib Ja’far.

Sebaliknya, dalam ajaran Buddha dikenal istilah Bodhisatwa yakni menjadi penyelamat untuk semua makhluk. Selain itu, juga diajarkan bahwa kebencian tidak akan berakhir jika dibalas dengan kebencian. Maka, balaslah kebencian itu dengan kasih sayang. Namun, dalam istilah agama Kong Hucu berbeda lagi, yakni Cheng – adanya keselarasan antara perkataan dan perbuatan sehingga kehidupan ini akan berjalan dengan harmonis layaknya bumi dan langit.

Pada hakikatnya, semua agama itu mengajarkan kepada kebaikan agar dapat terbentuk kehidupan yang harmonis dan selaras baik antar manusia, alam, maupun dengan Sang Pencipta. Oleh karena itu, kehadiran Habib Ja’far yang berdakwah melalui algoritma memiliki misi besar yakni menyebarkan Islam rahmatan lil ‘alamain yang diaplikasikan lewat media sosial kanal YouTube, Instagram, Facebook, serta TikTok yang kemudian dispektrumkan kepada anak muda. Selain media sosial yang sifatnya mudah diakses oleh siapa pun dan tak terbatas ruang dan waktu. Menurutnya, berdakwah melalui algoritma juga merupakan strateginya. Penyampaian dakwah yang dikemas sangat apik, luwes, santai, tapi penuh sirat makna serta tidak pernah mengkotak-kotakkan agama, bahkan memberi kesempatan kepada agama lain untuk berpendapat. Lantaran seperti inilah yang menyebabkan nama Habib Husein bin Ja’far semakin mengudara di kalangan Masyarakat baik yang seagama maupun tidak.