OPINI

Cinta Sebagai Ayat Allah dan Perekat Ikatan Rumah Tangga, Perspektif Al-Razi

×

Cinta Sebagai Ayat Allah dan Perekat Ikatan Rumah Tangga, Perspektif Al-Razi

Sebarkan artikel ini

MEREBEJA.COM –Konon cinta tak bisa direncanakan, manusia hanya mampu berencana dengan siapa ia menikah, tapi tidak dengan cintanya, seperti kata Sujiwo Tejo: “Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu dapat berencana menikah dengan siapa, tapi tak bisa rencanakan cintamu untuk siapa.”

Ada orang yang menikah tanpa ada perasaan cinta lalu lambat laun cinta itu tumbuh seiring berjalannya waktu atau bisa juga pernikahan itu terus berlabuh tanpa kehadiran cinta; Ada pula yang sudah cinta setengah mati, namun tak bisa bersama, seperti kisah memilukan antara Qois dan Layla.

Banyak perdebatan mengenai apa dan bagaimana cinta itu, apakah ia kata kerja atau kata sifat, apakah cinta bisa dihasilkan melalui rekayasa hormon oksitosin dll? Bahkan ada yang berpandangan bahwa cinta tak bisa dan tak perlu didefinisikan seperti kata Rocky Gerung: “Ngapain ngomongin cinta, cinta itu dialami saja, bagaimana kita mau terangkan sesuatu di dalam versi yang orang lain, nggak pernah alami. Kita nggak bisa menerangkan sesuatu, yang terhadap yang lain dia lebih unggul. Saya nggak bisa menerangkan cinta karena semua soal harus didefinisikan melalui cinta. Jadi, kalau cinta didefinisikan, yang lain nggak ada artinya lagi.”

Saya di sini tak hendak membahas perdebatan mengenai hal itu. Mari kembali fokus ke judul tulisan ini dengan memperhatikan ayat yang sering dibacakan saat resepsi pernikahan:

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

(Ar Ruum 30:21)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Menikah memang salah satu faktornya adalah nafsu atau syahwat birahi yang memang normal dimiliki tiap manusia. Namun pernahkah kita berpikir, bukankah hasrat birahi tak setiap saat dirasakan oleh manusia, seperti ketika sakit, usia senja dll, adakalanya manusia tak bersyahwat dengan istri atau suaminya, lantas apa yang membuat seseorang betah hidup seatap dan seranjang dengan pasangannya sampai puluhan tahun? Tentu bukan nafsu.

Imam Fakhr al-Din al-Razi dalam karyanya, Tafsir Mafatih al-Ghaib berkata begini:

فالمَوَدَّةُ تَكُونُ أوَّلًا ثُمَّ إنَّها تُفْضِي إلى الرَّحْمَةِ، ولِهَذا فَإنَّ الزَّوْجَةَ قَدْ تَخْرُجُ عَنْ مَحَلِّ الشَّهْوَةِ بِكِبَرٍ أوْ مَرَضٍ ويَبْقى قِيامُ الزَّوْجِ بِها وبِالعَكْسِ، وقَوْلُهُ: ﴿إنَّ في ذَلِكَ﴾ يُحْتَمَلُ أنْ يُقالَ: المُرادُ إنَّ في خَلْقِ الأزْواجِ لَآياتٍ، ويُحْتَمَلُ أنْ يُقالَ في جَعْلِ المَوَدَّةِ بَيْنَهم آياتٌ.

Mawaddah atau cinta akan melahirkan rahmah atau kasih sayang. Syahwat adakalanya luntur bahkan lenyap, baik karena sakit atau yang lain. Cintalah yang membuat seseorang mempertahankan ikatan pernikahan. Oleh karenanya, pantas cinta Allah jadikan sebagai salah satu tanda kekuasaannya (ayat).

Tak hanya itu, Al-Razi juga mengatakan bahwa kesih sayang (rahmah), juga merupakan faktor penting yang membuat sebuah ikatan pernikahan langgeng, lagi-lagi bukan birahi. Menurutnya, birahi sangatlah rapuh, tak mungkin menjadi instrumen perekat sebuah hubungan. Bagaimana tidak, pernikahan akan selalu dibumbui dengan cekcok, kemarahan salah satu pihak pastilah terjadi bahkan seringkali seperti itu, dan sudah barang tentu seorang yang sedang marah tak akan selera terhadap pasangannya. Lagi-lagi rahmah-lah yang menghalangi perceraian, meski mungkin suara piring jatuh menjadi melodi yang sengaja didendangkan. Rahmah itu anugerah dari Allah, dan hanya orang yang berpikir yang dapat memahaminya.

Redaksi aslinya dalam Tafsir Mafatih Al-Ghaib sebagaimana berikut:

لِأنَّ الإنْسانَ يَجِدُ بَيْنَ القَرِينَيْنِ مِنَ التَّراحُمِ ما لا يَجِدُهُ بَيْنَ ذَوِي الأرْحامِ، ولَيْسَ ذَلِكَ بِمُجَرَّدِ الشَّهْوَةِ فَإنَّها قَدْ تَنْتَفِي وتَبْقى الرَّحْمَةُ، فَهو مِنَ اللَّهِ ولَوْ كانَ بَيْنَهُما مُجَرَّدُ الشَّهْوَةِ، والغَضَبُ كَثِيرُ الوُقُوعِ وهو مُبْطِلٌ لِلشَّهْوَةِ، والشَّهْوَةُ غَيْرُ دائِمَةٍ في نَفْسِها لَكانَ كُلَّ ساعَةٍ بَيْنَهُما فِراقٌ وطَلاقٌ، فالرَّحْمَةُ الَّتِي بِها يَدْفَعُ الإنْسانُ المَكارِهَ عَنْ حَرِيمِ حَرَمِهِ هي مِن عِنْدِ اللَّهِ ولا يُعْلَمُ ذَلِكَ إلّا بِفِكْرٍ.

Cinta itu sangatlah krusial dalam kehidupan manusia, maka perlu kita berdoa kepada Sang Maha Cinta agar kita diberikan anugerah cinta karena ia datang dari-Nya. Nabi Muhammad SAW. telah mengajarkan doa kepada kita dengan redaksi yang amat indah:

اللهم ارزُقْنِى حُبَّكَ ، وحُبَّ مَن يَنْفَعُنِي حُبُّهُ عندَك ، اللهم ما رَزَقْتَنِي مِمَّا أُحِبُّ ، فاجْعَلْهُ قوةً لي فيما تُحِبُّ ، اللهم وما زَوَيْتَ عني مِمَّا أُحِبُّ ، فاجْعَلْه فَرَاغًا لي فيما تُحِبُّ .

“Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku cinta kepada-Mu, dan cinta kepada orang yang cintanya bermanfaat bagiku di sisi-Mu. Ya Allah, apa pun yang Engkau berikan kepadaku dari apa yang aku cintai, jadikanlah itu sebagai kekuatan bagiku dalam apa yang Engkau cintai. Ya Allah, dan apa pun yang Engkau cegah dariku dari apa yang aku cintai, jadikanlah itu sebagai kelapangan bagiku dalam apa yang Engkau cintai.”

Karim al-Syadzili dalam kitabnya  لغات الحب berpesan agar seseorang tak kehilangan ataupun mengabaikan cinta.

Silakan disimak:

كلنا محتاجون للحب…

الحب جزء من الطبيعة البشرية مثل الأكل والشرب والنوم…

وأحيانا، قد تجد نفسك وحيدا تماما تتأمل منظر الغروب الجميل وتفكر …

في أوقات كتلك يجب أن تسأل نفسك: كم مرة كان مطلوبا منك أن تحب وهربت ؟

هذا الجمال لا قيمة له لأن أحداً لا يشاركني إياه.

. كم مرة خفت أن تقترب من إنسان ما لتقول له بثقة واطمئنان إنك تحبه؟

إياك والكبرياء في الحب .

إدمانه خطر كالمخدرات.

إذا كان منظر الغروب لم يعد له معنى بالنسبة لك، فتواضع…

اذهب وابحث عن الحب…

ولتعلم أنه كلما قويت إرادتك وزاد استعدادك للحب، سيزداد ما تلقاه في المقابل

Pesan tersebut jika diartikan bebas dalam Bahasa Indonesia begini:

Tak Ada Manusia yang Tak Membutuhkan Cinta.

Cinta adalah bagian dari fitrah manusia sebagaimana makan, minum, dan tidur …, dan terkadang mungkin kaupernah medapati dirimu benar-benar sendirian memandangi matahari berbinar puas usai merampungkan tugasnya, lalu engakau bergumam: “Duh! Apatah arti keindahan ini, jika harus kunikmati seorang diri.”

Di saat-saat seperti itu, kauharus bertanya pada dirimu:

Sudah berapa kali gadis-gadis hendak mengetuk kalbumu dan kaumelarikan diri?

Duhai diri yang malang, berapa kali dikau takut mendekati wanita sekadar untuk mengatakan dengan penuh yakin dan keteguhan hati, “Aku mencintaimu, Dik.”

Wahai pemuda malang, buanglah kesombonganmu dalam menampik cinta.

Ketergantungannya berbahaya seperti narkoba.

Jika senyum matahari yang hendak berpamitan tidak lagi berarti bagimu, maka merunduklah! Pergilah dan carilah cinta!

Dan sadarlah bahwa semakin kuat tekad dan persiapanmu untuk menyambut cinta, nirwana di depan mata sudah menantimu.

Jadi tunggu apa lagi mari belajar mencintai!