WARTA

Ambruknya Daya Beli Masyarakat dan Turunnya Jumlah Pemudik Lebaran 2025

×

Ambruknya Daya Beli Masyarakat dan Turunnya Jumlah Pemudik Lebaran 2025

Sebarkan artikel ini
Pemudik bersepeda motor melintas di jalan Inspeksi Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (28/3/2025).
Pemudik bersepeda motor melintas di jalan Inspeksi Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (28/3/2025). Foto: sindonews.com

MEREBEJA.COM – Semarak perayaan Hari Raya Idul Fitri 1446 H/2025 diwarnai dengan menurunnya jumlah pemudik. Lesunya daya beli masyarakat menjadi faktor utama.

Berdasar pada survei Kementerian Perhubungan (Kemenhub), jumlah pemudik tahun ini diperkirakan mencapai 146,48 juta orang atau sekitar 52 persen dari penduduk Indonesia, angka ini turun 24 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik.

Daya Beli Lemah dan Masifnya PHK

Menurut Ekonom sekaligus Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, anjloknya jumlah pemudik lantaran daya beli yang lemah hingga masifnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Faktor pemicunya tentu karena daya beli yang melemah. Masyarakat banyak yang pendapatannya turun, bahkan juga ter-PHK, sehingga ada yang sebagian kemudian tidak memutuskan untuk mudik karena mungkin keterbatasan dari anggaran,” katanya, dikutip dari kumparan, Minggu (30/3/2025).

Dia menyebut, anggaran mudik tidak hanya sebatas biaya transportasi, masyarakat juga biasanya harus mengeluarkan uang lebih untuk berbelanja di kampung halamannya. Seperti membeli bingkisan, kue kering, belanja bahan makanan khas Lebaran, hingga berbagi Tunjangan Hari Raya (THR) untuk sanak saudara.

“Semuanya itu berimplikasi kepada pengeluaran mereka yang meningkat. Kalau di satu sisi pendapatan mereka turun, mungkin ada juga yang ter-PHK, situasinya tentu karena daya beli yang lesu itu,” ujar Eko.

Center of Economic and Law Studies (CELIOS) yang mengkaji masifnya PHK di dua bulan awal tahun 2025 menekan perekonomian, termasuk saat Ramadan dan Idul Fitri.

Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menyebut pada Januari 2025, terjadi penurunan IKK hingga 0,4 persen (month-to-month) dibandingkan IKK Desember 2024. Menurutnya, situasinya cukup anomali.

“Jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun. Kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi di bulan Februari 2025,” katanya dalam keterangan tertulis.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat ada 18.610 orang yang terkena PHK dari Januari hingga Februari 2025. Jumlah itu naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2024.

Bahkan, jika mengacu data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sudah ada 60.000 buruh di-PHK dari 50 perusahaan. Kondisi ini lantas membuat kinerja konsumsi melemah, dengan salah satu indikatornya adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).

Supriyono dan Hamidah adalah dua di antara ratusan buruh yang harus bertahan di perantauan karena tak punya biaya setelah mengalami PHK baru-baru ini. Tabungan yang kian menipis itu, kata mereka, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Sedih tidak bisa kumpul bareng keluarga, tapi mau bagaimana tabungan menipis dan dipakai benar-benar untuk kebutuhan primer saja,” ucap Supriyono, dikutip dari BBC Indonesia.

“Saya enggak bisa pulang karena ongkosnya mahal, terus nanti balik ke Jakarta biaya lagi. Enggak mungkin kita pulang, enggak kasih apa-apa kan?” ujar Hamidah.

Menurut CELIOS, ambruknya daya beli masyarakat sebetulnya sudah terasa sejak pertengahan tahun lalu. Kala itu Indonesia tercatat mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024. Deflasi berlanjut pada Februari lalu, atau satu bulan jelang Ramadan, masa di mana tingkat konsumsi masyarakat biasanya meningkat.